Apa itu E-Waste? Limbah Yang Sering Terlupakan
By administrator | Technology | No Comments
Sampah tak kasat mata sebenarnya ada di balik laptop dan ponsel kita. Inilah yang sering kita kenal sebagai E-Waste.
Jika kita berbicara tentang pengurangan jejak karbon, kita cenderung berfokus pada sampah rumah tangga sebagai ukuran. Tapi bagaimana dengan limbah dan polusi yang dihasilkan untuk membuat ponsel yang selalu kita bawa setiap hari?
E-Waste adalah singkatan dari electronic waste. Jenis limbah ini merupakan sampah hasil dari barang-barang elektronik yang kita buang, jual, atau tidak kita gunakan lagi karena rusak, atau penggantian baru.
E-waste sendiri tidak terbatas pada komponen elektronik dari setiap device yang kita miliki. Contohnya, jika Anda membeli smartphone baru.
Ada kotak kardus, pembungkus plastik dan cover smartphone yang akan menjadi sampah beberapa saat setelah kita beli. Belum lagi berbagai aksesorisnya yang juga menggunakan packaging yang sama.
Sampah barang elektronik (e-waste) merupakan aliran sampah dengan pertumbuhan tercepat di dunia dan salah satu sumber terbesar sampah tak terlihat.
Limbah ini tersembunyi dalam proses ekstraksi sumber daya, manufaktur, transportasi, dan produksi listrik. Karena itu sebagian besar limbah e-waste di dunia — yang dihasilkan untuk membuat barang yang kita beli, sangat sulit dilacak.
“Sebagian besar polusi dan limbah dari elektronik terjadi jauh sebelum perangkat ada di tangan mereka,” terang Lepawsky, profesor geografi di Memorial University of Newfoundland di St. John’s, Kanada.
Daya Yang Dikeluarkan Untuk Produksi Elektronik Juga Termasuk E-Waste
Memproduksi barang elektronik membutuhkan bahan kimia berbahaya tingkat tinggi, gas rumah kaca dan drainase air.
Hal ini sama sekali tidak terlihat oleh kita sebagai konsumen, dan sulit untuk diukur. Elektronik terdiri dari banyak komponen, sebagian besar bersumber dan diproduksi di lokasi yang berbeda di seluruh dunia sebelum dirakit di tempat lain yang jauhnya ribuan kilometer.
Dihasilkan dari menambang logam mulia.
Satu smartphone biasa, dapat terdiri hingga 62 jenis logam yang berbeda. Di antara banyak sekali komponen, contoh Apple iPhone, terdapat emas, perak, dan paladium. Logam-logam mulia ini sebagian besar diekstraksi di Asia, Afrika, dan Australia — harus ditambang.
Sebuah studi yang dilakukan oleh asosiasi pengelolaan dan daur ulang limbah, Swedia Avfall Sverige, menghitung limbah e-waste yang dihasilkan untuk smartphone biasa dan laptop notebook, masing-masing sekitar 86 dan 1.200 kilogram.
Angka ini jauh melebihi limbah rumah tangga lain yang turut disurvei. Contohnya adalah 1 kilogram daging sapi dan sepasang celana katun, yang masing-masing hanya menghasilkan limbah sebesar 4 dan 25 kilogram.
Pertambangan Mengakibatkan Perusakan Lingkungan
Pemotongan, pengeboran, peledakan, pengangkutan dan pemrosesan yang terjadi saat penambangan logam mulia dapat melepaskan debu yang mengandung logam dan bahan kimia berbahaya ke udara dan sumber air di sekitarnya.
“Setelah menggali bijih yang tertanam, mereka harus memisahkan bahan yang terkonsentrasi,” kata Fu Zhao, profesor teknik mesin di Universitas Purdue, Indiana, AS. “Mereka sulit dipecah, jadi Anda perlu menggunakan bahan kimia dan suhu tinggi.” Ini akan menjadi masalah saat dilakukan dalam skala besar, tambahnya.
Selain itu, banyak gas yang dilepaskan dalam pembuatan komponen elektronik tertentu, seperti gas rumah kaca berfluorinasi yang digunakan untuk layar ponsel. Efeknya dalam jumlah besar, lebih kuat daripada karbon dioksida.
Tanpa pengawasan yang ketat, segala komponen beracun ini dapat mencemari air tanah, merembes ke lembah dan sungai, merusak tanah, tumbuhan dan hewan — pastinya akan mengancam kesehatan populasi manusia.
Jumlah perangkat elektronik dunia yang kita buang — saat ini, hanya 17,4% nya yang dikumpulkan dan didaur ulang secara resmi.
Bahkan jika 100% dari sisa e-waste ini berhasil didaur ulang, polusi dan limbah yang timbul saat manufaktur tetap ada, dan hanya membuat sedikit perbedaan pada limbah pertambangan.
Daftar Barang E-waste Harus Bisa Di Daur Ulang
Peralatan Rumah Tangga
- Mikrowaves
- Perangkat Hiburan Rumah
- kompor listrik
- pemanas air
- kipas, AC
Perangkat Teknologi Komunikasi dan Informasi
- Handphone / Smartphone
- Komputer Desktop
- Laptop
- Papan sirkuit
- Hard Drive
- DVD / Blu Ray
- Stereos
- Televisi
- Sistem Video Game
- Mesin faks
- mesin fotokopi
- Printer
Utilitas Elektronik
- Kursi Pijat
- Bantalan Pemanas
- Remot kontrol
- Remote Televisi
- Kabel Listrik
- Lampu / Lampu Pintar
- Treadmill
- FitBits / Smartwatch
- Monitor Jantung
- Alat Uji Diabetes
Peralatan Kantor dan Medis
- Mesin Fotokopi/Printer
- Rak Server IT / Server TI
- Kabel
- WiFi
- Mesin Dialisis
- Peralatan Pencitraan
- Sistem Telepon & PBX
- Audio dan Video lainnya
- Dan barang-barang lain yang dapat kita temukan di kategori elektronik
Haruskah Kita Mulai Sistem Sewa Dan Daur Ulang?
Laptop, ponsel, dan tablet hadir dengan pembaruan baru yang lebih canggih setiap tahunnya. Sedangkan konsumen selalu ingin memiliki model terbaru dengan fitur paling mutakhir. Tetapi, selaras dengan setiap peningkatan, model lama telah berakhir di tempat pembuangan sampah dan menjadi e-waste.
Perangkat baru dengan casing yang lebih halus seringkali hampir tidak mungkin untuk dibongkar, yang berarti bahkan bahan berharga yang ada di dalamnya akan berakhir di tempat pembuangan sampah. Dan bagi produsen, semakin cepat Anda membuang dan menggantinya, semakin besar keuntungan mereka.
Namun untuk brand tertentu, sistem sewa sudah terbukti masuk akal secara bisnis dan lingkungan. Perusahaan elektronik Jepang Canon, memiliki skema untuk menyewa printer kantor besar di Eropa, yang disebut Kuehr sebagai contoh dematerialisasi. Hewlett-Packard dan Xerox menawarkan inisiatif serupa.
Saat masa sewa berakhir, Canon mengambil kembali printer bekas mereka, memperbaruinya untuk pelanggan berikutnya, atau, jika rusak, mengirimkannya ke fasilitasnya di Giessen, Jerman, di mana printer tersebut dipecah ke bentuk awal. Suku cadang mereka kemudian digunakan kembali dalam memperbaiki mesin lain. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memulihkan 80% dari bahan yang terbuang.
Perubahan Sistem
Kelly di IIED mengkalim bahwa, dalam banyak kasus, perusahaan mengadopsi kebijakan progresif bagi lingkungan sendiri. Salah satu alasannya karena komitmen keberlanjutan dapat meningkatkan merek mereka. Tetapi sumber daya tak terbarukan juga akan menurun.
E-Waste Monitor memperkirakan nilai bahan mentah yang dibuang oleh barang elektronik lama pada tahun 2019, sebesar $57 miliar. Dari jumlah ini, hanya bahan mentah senilai $10 miliar yang diperoleh kembali “dengan cara yang ramah lingkungan.” Sebagian dari jumlah ini adalah komponen langka seperti emas dan seperti kobalt — yang semakin langka karena sangat sering dan penting dipakai untuk barang elektronik.
Perusahaan yang berpikiran maju mulai meluncurkan strategi sirkular, sekarang kita bergerak, memiliki langkah lebih awal jika ekonomi bergeser ke arah daur ulang.
Namun, tetap saja tidak semua perusahaan mau melakukannya. Pengurangan limbah e-waste pasti memerlukan intervensi pemerintah. Peraturan akan mewajibkan produsen untuk menanggung biaya pembuangan produk mereka sendiri. Sementara uang publik dapat disubsidi untuk mendirikan pabrik pembongkaran dan daur ulang mereka sendiri.
Jika produsen memasarkannya produknya dengan cara ini, akan bisa membuat perbedaan akan datang.
disadur dari dw.com
Leave a Comment