mikroplastik-asean

Penduduk Asean Berisiko Mengkonsumsi Mikroplastik Terbanyak

By administrator | Uncategorized | No Comments

Mikroplastik telah merambah rantai makanan di kawasan Asean (asia tenggara), dan negara seperti Indonesia dan Filipina adalah yang paling berdampak.

Ikan bandeng salah satu makanan pokok di meja makan Indonesia. Baik dipanggang, digoreng, atau direndam dalam kuah harum ternyata memiliki rasa yang tersembunyi didalamnya. Mikroplastik ditemukan dalam tubuh ikan populer ini.

Sebuah penelitian tahun lalu menemukan bahwa pada hampir 94 persen ikan yang diambil sampelnya dari Teluk Jakarta ini, insang dan isi perutnya dipenuhi dengan serpihan plastik. Masing-masing berukuran tidak lebih dari lima milimeter.

“Jika mikroplastik diserap oleh ikan dan kemudian dikonsumsi oleh manusia, itu berarti mikroplastik akan terakumulasi dalam tubuh manusia,” ujar Widodo Setiyo Pranowo, peneliti utama di Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia.

Mikroplastik terbentuk ketika sampah plastik yang lebih besar terurai menjadi partikel yang hampir tak terlihat melalui keausan dan degradasi alami. Saat ini, serpihan mikroskopis ini telah menyusup ke setiap sudut lingkungan manusia, dari daratan hingga lautan hingga udara yang kita hirup.

Dan orang Asean mungkin yang paling terpapar mikroplastik. Sebuah studi Universitas Cornell tahun lalu menemukan bahwa Indonesia mengonsumsi lebih banyak mikroplastik daripada populasi lainnya — 15g per bulan per orang, atau setara dengan menelan tiga kartu kredit.

Orang Malaysia berada di peringkat kedua, dengan 12g per bulan, sementara orang Filipina dan Vietnam mengonsumsi 11g mikroplastik.

Asia Tenggara tampaknya menjadi yang paling terpengaruh. Enam dari 10 negara teratas yang mencemari polutan plastik ke laut berada di kawasan tersebut, menurut sebuah studi tahun 2021.

“Banyak negara di Asia Tenggara menjadi sangat bergantung pada makanan yang dibungkus plastik,” kata Deo Florence L Onda, seorang profesor madya di Institut Ilmu Kelautan, Universitas Filipina Diliman.

Namun, masalah ini tidak hanya terbatas pada kemasan. Program Insight mengeksplorasi mengapa dan bagaimana mikroplastik telah merambah kehidupan kita sehari-hari, risiko kesehatan yang ditimbulkannya, dan apa yang dapat dilakukan untuk menjauhkannya dari piring kita.

Darimana Mikroplastik Yang Membanjiri Negara Asean Berasal?

Sebagian besar partikel ini berasal dari produk konsumen biasa, termasuk botol minuman yang terbuat dari polietilena tereftalat (PET) dan kantong plastik. PET, misalnya, terurai di bawah sinar ultraviolet matahari dan selanjutnya terfragmentasi oleh arus laut dan keasaman air.

Menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, sekitar 80 persen sampah plastik laut berasal dari daratan. Di antara penyumbang terbesar adalah kantong sekali pakai yang tidak dapat didaur ulang.

Pada tahun 2020, Greenpeace melaporkan sebanyak 855 miliar kantong terjual di seluruh dunia — setengahnya di Asia Tenggara saja.

“(Banyak) orang di Indonesia lebih suka menggunakan plastik sekali pakai, pertama karena murah. Kedua, karena dapat dibawa ke mana saja,” kata Mohammad Alaika Rahmatullah dari kelompok advokasi Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton).

bungkus plastik

Demikian pula, Filipina mengonsumsi sekitar 164 juta kantong sekali pakai setiap hari, yang diperkirakan menyumbang 52 persen dari jejak plastiknya. Budaya pembuangan sampah yang buruk memperparah situasi di kedua negara tersebut.

“Warga membuang sampah di sungai karena mudah. ​​Setelah melihat mereka, saya meniru mereka karena saya tidak mau pergi jauh untuk membuang sampah.” sahut warga yang tinggal di Jakarta Selatan.

Perluasan wilayah perkotaan juga telah melampaui layanan pengelolaan sampah.

“Terkadang tidak ada tempat sampah, tidak ada fasilitas pemulihan material di desa atau kelurahan kami,” kata Marian Frances Ledesma, juru kampanye zero waste untuk Greenpeace Filipina.

Di Jakarta, truk sampah mungkin kesulitan mengakses beberapa area, yang menyebabkan warga di sana juga membuang sampah sembarangan. Bahkan sampah yang dikumpulkan pun berisiko. Tempat pembuangan sampah Bantar Gebang di Jakarta, yang menampung sekitar 45 juta ton sampah, juga dengan cepat mencapai kapasitasnya.

Cara Mengatasi Permasalahan Sampah Plastik

Semakin banyak kota di Filipina yang mengadopsi program “Sampah menjadi Uang”, yang memungkinkan penduduknya menukar plastik daur ulang dengan poin yang dapat ditukarkan untuk makanan dan kebutuhan pokok lainnya. Diluncurkan pada tahun 2021, skema ini bertujuan untuk mengurangi tumpukan plastik sekali pakai yang terurai di tempat pembuangan sampah. Skema ini telah mengumpulkan lebih dari 300.000 kg sampah plastik hingga tahun lalu.

Indonesia juga sedang meningkatkan model daur ulangnya. Sampah plastik akan dipilah di tempat pengumpulan di tingkat desa dan kemudian diangkut oleh industri atau mitra daur ulang.

Untuk mengatasi masalah ini dari akarnya, pemerintah mengalihkan fokus mereka ke hulu, yaitu memikirkan kembali bagaimana plastik diproduksi dan dikonsumsi sejak awal. Indonesia, telah berjanji untuk menghapus penggunaan plastik sekali pakai paling lambat akhir tahun 2029.

Penggunaan plastik yang dapat terurai dengan cepat juga menjadi salah satu solusi. Misalnya, aditif plastik yang membuat jenis seperti PET dapat terurai secara alami di alam. Semakin banyak produsen yang bertanggung jawab secara finansial atas seluruh siklus hidup produk mereka, termasuk limbah pasca dipakai konsumen. Aditif yang baik juga membuat plastik lebih mudah ter-daur ulang.


Leave a Comment